Friday, 3 June 2011

Tuesday, 29 March 2011

Lampu Merah

Tiang pancang dengan tiga lampu berwana merah, kuning, dan hijau. Biasanya berdiri kokoh di tengah jalan, mengatur kendaraan yang lalu lalang. Saat hijau, semua pengendara tersenyum riang karena rasa-rasanya akan lebih cepat sampai tujuan. Tapi saat merah? Siapa yang senang?


Jawabannya...


Mega...


Saat bersama Senja...

Ya, mereka berdua sangat suka lampu merah. Bagi mereka, lampu merah tidaklah menjemukan, justru saat lampu merahlah mereka mendapat kesempatan untuk berdekat-dekatan. Tak jarang, Senja melambatkan laju motornya jika melihat lampu lalu-lintas dari kejauhan, sengaja, agar momen lampu merah berhasil didapatkan. Tak jarang pula, Mega dan Senja akan memaki bersama apabila lampu merah telah berakhir saat mereka tiba."Sial, bukan lampu merah!" seru mereka, kompak, penuh cinta.

Dasar anak muda, mungkin tak banyak yang tahu mengapa mereka sangat suka lampu merah? Tapi aku tahu, sangat tahu mengapa. 

Mega dan Senja selalu pergi bersama, baik untuk pergi ke sekolah atau untuk pergi ke tempat lainnya. Mereka pergi mengendarai motor. Senja di depan dan Mega duduk manis di belakang. Selama perjalanan, tentu mereka tak punya banyak kesempatan untuk saling memandang. Yaa..jangankan memandang, untuk berbicara banyak pun susah, paling-paling hanya sesekali menggenggam tangan lalu cepat-cepat melepaskan, takut Senja hilang keseimbangan. Enam kilometer menahan rindu, mungkin tak jauh, tapi Hei! bagi remaja yang kasmaran, jarak itu tak sebentar.

Makanya, ketika akhirnya mereka menemukan lampu merah di tengah jalan, mereka akan memekik dengan riang.

Lampu...Merah.

Senja menurunkan kaki, menyanggah berat motor, berat badannya, dan tentu berat Mega. Lalu ia menaikkan kaca helm, menoleh ke belakang, dan menyapu Mega dengan mata berbinar. Kemudian ia menggenggam erat tangan Mega dan berkat,a "Sayang," Mega hanyat menyahut "Apa?" dengan gaya angkuh, dingin, tapi tanpa sengaja, hormon cinta akan memaksa mukanya berubah menjadi merah. Senja tak marah dengan reaksi itu, sebab dia tahu bahwa itu adalah gaya ketika Mega sedang manja. Jika sudah begitu, maka Senja akan menggenggam tangan Mega lebih erat,sambil mencubit pipinya Senja akan berkata lagi "Aku sayang banget deh sama kamu", Mega pun membalasnya dengan membuang muka ke arah jalan, dengan pandangan mata yang polos sambil mengguncangkan kaki dia akan berkata, "Aku juga". Tawa pun pecah di antara mereka, sambil berpegangan tangan mereka akan melanjutkan tawanya dengan menyanyi bersama, menyanyi lagu apa saja yang kebetulan melintas di benak mereka. Tak pedulilah apa kata pengendara yang lain, toh saat jatuh cinta hukum "Dunia serasa milik berdua" berlaku, kan?

Kadang pula, jika sudah lampu merah, Mega akan berubah jadi jahil. Ia cubit pinggang Senja hingga Senja merengut. Ekspresi Senja yang lucu akan membuat Mega tertawa terbahak-bahak.Senja yang kesal akan memiringkan motor lalu berkata, "Turunin nih!." Mega yang duduk menyamping jelas ketakutan dan dengan merajuk manja dia akan berteriak, "Ah, ah, jangan!." Kali ini, ganti Senja yang tertawa terbahak-bahak dan kembali menegakkan motornya. Masih dengan hati yang berdebar, Mega akan memeluk punggung Senja dari belakang dan berbisik mesra, "Aku sayang kamu." Masih dengan sisa tawa, Senja akan membalasnya dengan mengusap tangan Mega, "Aku juga," ucapnya, kemudian mencium tangan gadis itu dengan penuh cinta. Dan lagi-lagi, mereka tak peduli dengan reaksi pengendara lainnya. Kawan, dunia masih serasa milik berdua!

Minggu, bulan, dan tahun berganti. Mega tak lagi bersama Senja, mereka telah menempuh jalan masing-masing. Baik jalan untuk sendiri ataupun jalan untuk menemukan orang lain. Setelah berpisah, Mega tak lagi suka lampu merah, sedangkan Senja, aku tak tahu dia masih menyimpan kenangan itu atau tidak. Tapi yang jelas, setiap lampu merah, Mega akan merengut, cemberut, kemudian menghentakkan kakinya di dalam angkutan, lalu tak sadar, ia akan bergumam, "Ah...andai Senja masih ada"

Monday, 28 March 2011

Dan Dongeng Itu...

"...Pria itu, tak bermahkota, tak berjubah, tak berkuda putih, dan bukan putra raja. Ia lebih dari itu, ia penuh wibawa, bijaksana, tapi lucu. Ia menikahiku di altar suci dengan pemberkatan Tuhan dan diiringi oleh kepak merpati putih. Dera lonceng bernyanyi dengan anggun mengiringi langkah kami, kami berdansa di tengah pesta, di tengah para tamu, seakan ingin memberi tahu "Inilah kami,raja dan ratu dunia yang baru". Selang beberapa waktu, kami dikaruniai seorang putra, tampan seperti ayahnya, ia berambut ikal dengan pipi bersemu merah yang  padat berisi, sangat persis ayahnya. Dengan hadirnya seorang putra, rumah tangga kami bertambah bahagia, tanpa konflikyang berarti, ekonomi yang mapan, serta cinta yang selalu pasang..." 

     Ah, imaji itu selalu sempurna, tanpa cacat, tanpa cela. Dalam realita, mana ada kebahagiaan seperti itu akan menghampiriku. Sosok pria seperti itu pun kurasa tak akan pernah ditemukan waktu. Awalnya, begitu anggapanku. Hingga akhirnya, waktu menemukan hari itu. Hari dimana akhirnya takdir merestui aku untuk bertemu dengan seseorang yang tak bermahkota, tak berjubah, tak berkuda putih, dan bukan putra raja. Seseorang yang lebih dari itu, seseorang yang penuh wibawa, bijaksana, tapi lucu, dan ah...ada sesuatu, dia angkuh. 

    Aku ragu, akankah dia yang membawaku ke depan altar suci, memberkati ikatan di hadapan Tuhan, lalu menyingkap cadarku, dan mengecup keningku?ah, sungguh aku ragu. Berkali-kali aku maju dan mundur di depan garis pengakuan, keraguan selalu mendekapku erat, ia tak memberikan celah pada prasangka naifku.Kadang aku mundur lalu benar-benar berhenti karena takluk oleh ragu, namun dikala diam itu aku justru menemukan sesuatu. Ya, aku menemukan kenyataan bahwa dia adalah orang yang selama ini membayang saat aku memejamkan mata, wajah itulah yang selalu samar di astral, padahal saat itu aku sama sekali belum mengenalnya. Tapi, apakah dongeng para putri berlaku di duniaku?Apakah aku benar-benar akan menemukan dia di akhir perjalananku?Kini, haruskah aku bertahan untuk tetap tinggal dalam dongengku? Atau aku, harus bangkit melawan imajiku, mengenyahkan ia dari benakku?Simpangan yang dilematis, aku hanya diam di tempat, tak berani mengambil resiko terlalu jauh untuk melangkah kemana-mana, karena ya...itu...aku ragu.

Friday, 25 February 2011

pulang

menjerit jiwaku
menggamit keping-keping yang masih mungkin tersentuh jemari
aku diam di peraduan
mencoba berdiskusi dengan malam
tentang dendam...masih tentang dendam yang aku kasihi

aku ingin pulang...
pulang pada rasa yang aku sembunyikan

aku ingin pulang...
pulang pada keceriaan yang telah lama hilang

aku ingin pulang...
pulang pada feromon yang menghangatkan

aku ingin pulang sayang..
aku
ingin
pulang

Sunday, 16 January 2011

Tragedi 212

2 Desember 2006

Ya,kisah ini dimulai pada hari Sabtu, 2 Desember 2006. Saat itu gue duduk di bangku kelas 3 SMP. Saat masa labil-labilnya dan polos-polosnya. Bukan, bukan, gue bukan mau cerita tentang patah hati, putus cinta, atau jatuh cinta, definitely not! Di post kali ini gue pengen berbagi pengalaman gue sebagai supporter-wanita-yang-kurang-pengalaman-tapi-sotoy. Gimana sotoynya? haha, untuk tahu ke-sotoy-an itu mari sejenak kita kembali ke masa empat tahun lalu.wuzzzzz....

2 Desember 2006. 13.00 WIB

Oke, gue deg-degan, gue sakit perut, gue nervous. Ini emang kebiasaan gue kalo mau jalan nonton bola. Ya secara, gimana sih rasanya kalo lo mau ketemu sama tokoh idola lo? Oke, tapi ini bukan masalah tokoh idola, yang sangat bikin nervous adalah hari ini gue bakalan nonton pertandingan ujicoba antara P*rsi*a dan Selangor FC, dan gue cuma nonton berdua sama temen perempuan gue, ahhhhh tidakkkk, aku tertangkap basah lesbiiii, ahhhhh. Oke fine, cukup jayusnya, bukan itu. Yaiyalah nervous, ini pertama kalinya gue nonton bola tanpa ditemenin bokap, biasanya kalo gue ke stadion, gue selalu dalam pengawasan bokap, sebenernya bokap gue pengen nemenin, namun... beliau membatalkan niatnya karena alasan sakit perut. Jahhh, seneng sih, jadi gue bisa bebas flirting :p *loh? Dan siapakah temen perempuan gue yang beruntung itu?eng ing eng..... sebut saja... KAMBOJA, gue ga mau merusak nama baiknya disini.

So, singkatnya, setelah mengantongi izin dari bokap berangkatlah gue dan si Kamboja ini ke salah satu stadion di kawasan Kuningan, Jakarta. Berhubung kami kere, kami memutuskan untuk naik kereta ekonomi *zaman dulu belom ada eko ac bung* dari stasiun Citayam. Setelah kurang lebih satu jam akhirnya kami pun tiba di stasiun Manggarai, lalu kami melanjutkan naik kopaja 66 dari depan Pasaraya menuju stadion. Sampai di stadion yang bersebelahan dengan mall itu, wuih orange semua bung, langsung berasa gimanaaa gitu, euforianya itu loh. Ohiya, untung waktu itu gue belom pake kerudung jadi bisa gaya dikit dandannya *astagfirullah. Waktu itu gue pake celana jeans pendek, kaos orange pendek yang diluarnya ditambah dengan kaos persija gombrong yang diiket di bagian depan, syal persija dibentuk dasi, topi tanduk, plus tas orange yang penuh dengan emblem serta pin Persija, terakhir sepatu kets deh. Hebring gelaaa tuh dandanan. Kalo si Kamboja pake apa? gatau gue lupa dia pake apa, ga penting juga nginget-nginget *jahat

Tepat di depan stadion, kami berdua ga langsung masuk, naluri kami sebagai dua orang wanita muncul. AHHHH, banyak tukang dagang, BELANJAA!!!! setelah puas belanja *puas?padahal cuma beli kaos satu* kami pun masuk ke stadion. Dan lagi-lagi men gue merinding, gokil, lo ga akan tau betapa bahagianya ngeliat lapangan hijau beserta para pemain pujaan lo di dalamnya sampe lo ngerasain sendiri--yaiyalah,bego lo jek. Untunglah bangku depan masih kosong, jelas dong kita milih disana, deket banget gitu sama pemain. Sebagai catatan, stadion ini tidak memiliki standar seperti stadion kebanyakan, antara lapangan dan tribun hanya dibatasi pagar besi setinggi kurang lebih dua meter, penonton pun bebas keluar-masuk lapangan, dan stadion ini tidak memiliki bench khusus pemain, jadi otomatis pemain cadangan akan duduk di rumput dan bersandar di pagar besi yang jaraknya hanya setengah meter ke bangku penonton.

Nah, kalo udah di stadion gini yah, biasanya yang namanya perempuan ga akan konsen sama pertandingan, yang ada gue sama si Kamboja malah ngegosipin pemaennya. Misalnya : Agus Indra ketawa. Kami berdua: ihhh dia ketawa, ihh suaranya lucu. Contoh yang kedua: Rizky Pahlevi ganti celana. Kamboja: Eh gila Rizki Pahlevi ganti celana. Gue: Demi apa lo?. Kamboja: Iya bener, warnanya merah. Gue: Ih astagfirullah untung gue ga liat. Tiba-tiba ada yang nyolek dari belakang "Parah banget lo gila" ternyata seorang jak mania yang entah siapa, parah banget ih dia nguping. Yah pokoknya banyak lah ketidakkonsenan yang kami lakukan, yah pokoknya pertandingan berjalan lancar lah dan P*rsi*a menang 3-1.

Nah nah yang tadi baru mukadimah, ini nih inti ceritanya saat perjalanan pulang, menurut gue sih paling seru, entah menurut elo *sedih.

Pertandingan ceritanya udah selesai nih, kira-kira jam setengah enam lah waktu itu. Nah,penyakit kedua kalo perempuan nonton bola selain ga konsen adalah males pulang, males nyari transport. Dan muncullah percakapan galau antara gue dan Kamboja. (Merah :gue, Biru: Kamboja)

Eh, balik naek apaan nih?naek kereta lagi aja apa?

yaudah, naek kereta aja

Dari mana nih, tebet apa manggarai?

Yang deket ajalah *oke gue tau gue salah nanya ke dia, dia gatau jalan

Kalo ke tebet dari sini naek dua kali, lewat casablanca lagi, tapi manggarai jauh tapi cuma naek sekali, ah ke tebet mahal ah tapi deketan tebet, jam berapa sih sekarang? jam enam, ah sekarang hari sabtu, ah kereta penuh nih pasti *oke, wanita ini mulai ribet sendiri

Setelah menimbang....

Ah, tebet aja deh

Dengan langkah gontai *yasik langkah gontai* kami pun berjalan menuju jalan utama, sampe di depan jalan...

Eh, kok gue jadi males ya naek kereta

Sama, gue juga

Apa kita numpang sama j*k mania aja, kan ada tuh yang ke depok, waktu ama bokap, gue numpang angkot soalnya

Ayo, ayo! *ehh,centill

Masuk lagilah kami ke dalam, kami cari-cari deh tuh angkot carteran yang arahnya ke depok, bimbang mau pilih yang mana. 05 lewattt, 07 lewatttt, 03 lewattt,bikun lewattt *eh salah, ga ada bikun deng. Sampai akhirnya pilihan jatuh pada angkot 1*5. Di stop kan tuh ceritanya.

Mas, mas, boleh numpang ga? ke depok kan?

Iya, iya, ayo, ayo, boleh boleh

Semangat banget tuh para lelaki ngasih kami tumpangan. Naiklah kami berdua ke angkot, pasti kita berdua milih di depan dong. Ceritanya udah damai nih, ngenggg udah jalan tuh angkot. Eh,pas sampe halte depan mall tiba-tiba angkot berenti

Mbak, tunggu sebentar ya, tadi pas berangkat kita kena sama polisi, sekarang stnknya ditahan, jadi yg punya mau ngambil dulu kesana, kita tunggu aja disini, kamu tunggu aja di dalem

tetot,tetot,mampus,mampus

Emm,lama ga mas?

engga kok,paling sebentar, tunggu aja di dalem

Nah loh, mulai deh keringet dingin, niat hati pulang cepet malah ketahan gini, mana j*k mania banyak banget lagi. Aduh, beneran tamat nih riwayat. Tiba-tiba, angkot yang gue tumpangin balik ke dalem mall, masuk ke basement. Nah loh makin takut gue. Sampe di basement panas banget woi, langsung deh para pria stres itu bertingkah aneh, mereka berubah menjadi kamen rider, OH NOOOO!!!maap jayus. Mereka yang kira-kira jumlahnya ada 15 langsung niupin gue sama Kamboja, COBA!Pikirkan.

Eh eh apasih ini, ga usah ditiupin gini kali

Akhirnya gue ama Kamboja keluar dari angkot, eh tiba-tiba para pria itu nyamperin gue.

Eh, no hp lo berapa?

hah?emmm, engga ah *jual mahal

nomer rumah aja deh

nomer tiga

yaelah, no telpon maksudnya

oh, buat apa sih emang?jangan deh

Yah, pelit banget sih lo

terus mereka maksa-maksa tuh, terus gue bilang

yaudah gue kasih, tapi tebak ya, gue bakal nyebutin nama pemain persija, terus lo catet nomer punggungnya, itulah nomer hp gue

oke oke

Mereka serentak ngeluarin kertas ama pulpen, sumpah disini gue ngerasa jadi wanita seutuhnya yang dipuja para pria *loh, jijik

dengerin yaa..kosong, francis younga, aris indarto, eh salah, charis yulianto....

Tau-tau dari belakang ada yang teriak...

Woi cepetan woi naek, tunggu di halte aja

alhamdulillah, alhamdulillah,Tuhan masih menyelamatkan no hp gue. Sesampainya di halte ternyata kami belom bisa balik, entah ada masalah apa. Nunggu lagi deh di halte, waktu nunggu di halte ini gue duduk berdua sama pentolan mereka gitu, ganteng, putih, sumpah rada mirip syamsir alam.namanya...rahasiaaa...biar hati gue aja yg tau. Di tengah obrolan tiba-tiba dia nawarin gue rokok, anak 3 SMP, cewek, baik lagi orangnya, ditawarin rokok? agak kaget lah ya. Terus dia bilang kalo gue itu polos, terus dia...loh kok jadi curhat?

Tiba-tiba.kok kayanya semua serba tiba-tiba ya?yaudahlah lanjut. Datanglah seorang pria lain, kalo yang ini sumpah manis abisss, mirip syamsir alam. semuanya aja jek mirip syamsir alam. Dia bawain aqua terus nyodorin ke gue dan kamboja.

Nih,kali aja lo berdua aus

Eh iya makasih

Tapi tuh aqua ga langsung gue minum, gue inget kata-kata bokap gue yang bilang sekarang banyak obat bius yang disuntik ke dalam air minum kemasan. Harus ingetin Kamboja, mana si kamboja? Eh dia udah minum, eh udah abis. Eh, yaudahlah ga usah diingetin, dianya juga baik-baik aja sampe sekarang. Lalu, terdengarlah lantunan sebuah lagu dari mulut para pria itu...

Waktu tamasya ke Binaria, pulang-pulang ku berbadan dua. Lay lay lay lay, panggil aku si jablay.

JLEB. Speechless gue. Satu-satunya yang ada di pikiran gue, gue gamau nasib gue kaya cewek yang ada di lagu itu. ahhh enggaa, gue gamau pulang-pulang berbadan dua. Aduh, mana entar lewat UI lagi, kalo tiba-tiba mereka belok ke ui terus ngapa-ngapain gue gimana?aduh. Tau-tau Kamboja nyeletuk.

Eh, gue pengen pipis nih, anterin gue yuk

Dalem hati: aduhh, kenapa nih anak ngomongin hal sensitif sih di depan mereka? tapi tunggu, tiba-tiba sebuah ide muncul di otak gue.

Ayo, ayo gue anterin, paling ada toilet di pasar festival *eh,kesebut

Si cowo ganteng pun nimbrung

mau gue anterin ga?

gausah gausah

ayo gue anterin aja

eh, gausah, beneran gausah

entar nyasar lagi

engga kok,ini daerah gue maen waktu kecil, ga mungkin nyasar

iya kok, dulu rumah dia di sini, jadi ga mungkin nyasar

Lalu dengan sok manis gue bilang

tungguin ya :)

Belom jauh dari halte gue bilang sama Kamboja

Kam,perasaan gue ga enak nih, kita kabur aja yuk

Yuk, yuk, perasaan gue juga ga enak

Ayo yo, cepetan

Ga disangka tiba-tiba hujan turun, otomatis gue mempercepat langkah dong, eh cowok-cowok itu malah teriak

Eh eh, mau kemana tuh. Eh kabur tuh, eh kejar kejar!!

Kam, kam lari kam cepetan

Entah gue gatau siapa yang lari di belakang kami, tapi yang jelas suara derap kaki mereka nyata banget, Demi Tuhan kaki gue udah lemes banget, jantung udah deg-degan parah. Begitu masuk pafes kami pikir kami udah aman, ternyata suara kaki mereka masih kedengeran.

Masih dikejar kam lari lari

tar dulu, toilet dimana, gue pengen pipis

Udah entar aja di tebet, gue juga pengen, yang penting kita selamet dulu

Sial, sungguh sial, kaki gue tiba-tiba sakit

eh pelan-pelan bentar, kaki gue sakit

lewat mana nih lewat mana

lewat sana pintu kanan, tembus jalan, kita langsung naek kopaja ke tebet

Alhamdulillah kami berdua berhasil naek kopaja, tapi gue teringat sesuatu

Kam, kalo kita naek kopaja ke arah tebet kita bakal ngelewatin halte tempat mereka kam, duduk dimana nih dimana, di belakang aja *asli pengen nangis

Jangan, jangan disini aja sebelah kiri

Alhamdulillah tuh kopaja ada gordennya, nyampe di halte tuh kopaja malah berhenti

Nunduk, nunduk !

Udah belom?

belom, belom

udah belom? eh udah, udah lewat

Cukup sebentar kami naek kopaja, karena kami mau nerusin perjalanan naek 44 ke stasiun tebet dan untuk sampe ke tempat 44, kami harus turun di....TEROWONGAN CASABLANCA. Baiklah, gelap banget jalanannya. Sempet berhenti beberapa detik. Ah, setakut-takutnya gue ama setan gue lebih takut kalo pulang-pulang berbadan dua. Lari, lari, untuk kesekian kalinya kami berdua lari sekencang-kencangnya sampai mikrolet 44. Nafas kami berdua sangat ga beraturan, seisi angkot melihat ke arah kami, tapi kami ga peduli yang penting kami udah lolos dari bahaya yang mengancam kehormatan kami.

Malam itu...kami berhasil sampai rumah dengan selamat, Kamboja berhasil pipis di stasiun Tebet, namun sayangnya gue ga berhasil solat maghrib *ampun Tuhan

Besoknya, saat gue cerita ke temen-temen gue,mereka bilang "alhamdulillah lo selamet, kalo engga mungkin sekarang gue sama yg lain lagi nangisin elo kali ya" asli, sumpah ini anak lebai bener.

Beberapa bulan setelah kejadian itu, gue dan Kamboja ga berani berkeliaran sembarangan di Depok. Setiap ada sekelompok pria, apalagi berbaju orange, pasti kami langsung deg-degan, berusaha menghindar, dan yang pasti nutupin muka. Takut-takut di antara mereka masih ada yang mengenali kami.

Atas kejadian ini, gue pengen ngingetin aja sama supporter cewek. Jangan pernah sekalipun kalian nonton pertandingan sepakbola tanpa pria di dalam kelompok kalian, meski kalian bersepuluh sekalipun dan jangan coba-coba menumpang kendaraan supporter yang tidak kalian kenal, walau mungkin kalian berpikir kita semua berada dalam satu naungan ikatan yang sama, tidak, itu sama sekali tidak menjadi jaminan. Kalian boleh menumpang asal dapat kalian pastikan setidaknya ada satu orang yang kalian kenal dalam kelompok itu dan pastikan pula orang itu dapat kalian percaya. Dan pastinya yang terakhir: JANGAN SOTOY!

Oh iya, setelah kejadian ini gue ga kapok loh nonton bola. Buktinya baru-baru ini gue dan lagi-lagi sama Kamboja nonton pertandingan ujicoba di Senayan. And guess what? Kami kenalan sama penyelam....

Sekian

*cerita ini telah mengalami gubahan dari kisah aslinya demi kepentingan kejayusan penulis. terima kasih