Monday, 6 September 2010

Saya mau belajar

Saya sangat gerah dengan percakapan di bawah ini,percakapan yang sangat sering saya dengar dan saya lakukan semenjak berstatus sebagai Mahasiswa S1 Reguler Sastra Indonesia Universitas Indonesia. Simak dengan seksama :

"Kuliah dimana?"
"UI"
"OOOO" (dengan mata terbelalak,berbinar, dan penuh bangga)
Lalu bertanya lagi..
"Jurusan apa?"
"Sastra Indonesia"
"oooo" (dengan kata yang sama,tapi dengan mata yang agak menyipit dan tone suara agak rendah)
lalu orang itu melanjutkan...
"Jadi guru dong ya nanti"
"Tidak,saya ingin jadi jurnalis!"

Dan,apa tanggapan orang yang saya ajak bicara? Tergantung,siapa orangnya,jika itu adalah orang yang polos dan tak mengerti pasti hanya akan ber-oooo panjang,mengangguk seakan mengerti tapi kata 'jurnalis' terus menjadi peer yang harus ia cari apa artinya. Tapi,jika itu adalah orang yang mengerti,dia akan mengangguk penuh bangga, tak menyangka bahwa saya sudah tau apa yang saya tuju. Tapiiii,yang paling mengesalkan adalah orang yang menanggapi dengan kalimat :

"EMANG BISA?"

Heran...apa orang-orang seperti itu belum mengerti anak sastra mempunyai kans yang besar untuk jadi jurnalis.Agak risih saya saat mimpi saya dipertanyakan orang lain,biarlah tak perlu dijawab dengan kata-kata,cukup bukti nantinya.

Oke,cukup pengantarnya,sebenarnya di tulisan kali ini saya hanya ingin curhat soal mimpi,mimpi yang dipertanyakan tepatnya.hehe

Jurnalis.Entah,saya sangat memimpikan profesi itu,tak ada tujuan khusus seperti menginspirasi orang lain,membuka cakrawala,atau apalah itu alasan-alasan ilmiah yang lain. Alasan saya simple,saya hanya suka,kata orang saat kamu suka akan sesuatu tapi tidak tahu apa alasannya itulah yang namanya cinta. So,apakah saya telah jatuh cinta dengan bidang jurnalistik?

Well,mungkin iya saya jatuh cinta,walau saya tahu saya bukan penulis yang baik atau penyusun kata-kata yang cerdas, tapi setidaknya saya punya kemauan untuk mengejar ketertinggalan. Jujur saja,saya minder jika harus memperlihatkan tulisan-tulisan saya pada orang lain. Karena astagaaa,itu tidak ada apa-apanya.

Sampai akhirnya ada sebuah moment yang merubah cara pandang saya dan moment itu adalah engingeng saat seminar kepemudaan di kampus saya. Pembicaranya adalah pemuda-pemuda yang telah sukses di bidangnya masing-masing, dari situ saya berfikir bahwa "tak ada ahli yang dulunya tak tahu apa-apa", "tak ada orang berhasil yang dulunya tak pernah gagal dan di kritik banyak orang". Lalu saya berfikir,saya harus show off,saya harus berani menunjukkan "ini loh saya", saya harus berani di kritik orang. Bukankah dengan kritik kita bisa tahu apa kekurangan kita?dan dengan tahu kekurangan bukankah kita jadi tahu apa yang harus diperbaiki?

Dan mulai hari itu saya bertekad,sejelek apapun tulisan saya,orang harus lihat,orang harus baca,dan biarkan mereka menilai. Sepedas apapun penilaian mereka, saya harus terima.Saya akan belajar dan terus belajar dari kritik-kritik itu. Hingga akhirnya nanti saya dapat membuktikan pada orang yang mempertanyakan mimpi saya bahwa "Anak sastra bisa loh jadi jurnalis"

Mungkin,masih butuh waktu yang sangat panjang untuk memperbaiki kemampuan saya. Tapi,tak apa,justru disitulah kesempatan saya untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya.

Belum ahli itu wajar,asal ada kemauan untuk belajar
, ya kan? :)

0 comments:

Post a Comment